BAB I
1.1.Latar Belakang
Sejak zaman pra sejarah, penduduk
kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi
lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan
antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah
yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana
menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan
India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di
Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing.
Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan 7 M sering
disinggahi pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di
Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula
para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan
menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama
Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan
kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif
ke seluruh wilayah Indonesia.
1.2.
Rumusan
Masalah
a. Sejak
kapan Islam masuk ke Indonesia?
b. Bagaimankah
corak dan perkembangan Islam di Indonesia?
c. Siapakah
tokoh-tokoh Perkembangan Islam Di Indonesia.
1.3.
Tujuan
Penulisan
a. Untuk
mengetahui kapan masuknya Islam ke Indonesia.
b. Untuk
mengetahui corak dan Perkembangan Islam di Indonesia.
c. Tokoh-Tokoh
Dalam Perkembangan Islam Di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Masuknya
Islam Ke Indonesia
Ditinjau dari sudut sejarah, agama
Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai cara. Pada umumnya pembawa agama
Islam adalah para pedagang yang berasal dari jazirah Arab, mereka merasa
berkewajiban menyiarkan agama Islam kepada orang lain. Agama Islam masuk ke
Indonesia dengan cara damai, tidak dengan kekerasan, peperangan ataupun
paksaan.
Ada beberapa pendapat para ahli
tentang waktu dan daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Indonesia, di
antaranya yaitu:
1. Drs
Juned Pariduri, berkesimpulan bahwa agama Islam pertama kali masuk ke Indonesia
melalui daerah Sumatra Utara (Tapanuli) pada abad ke-7. Kesimpulan ini
didasarkan pada penyelidikannya terhadap sebuah makam Syaikh Mukaiddin di
Tapanuli yang berangka tahun 48 H (670 M).
2. Hamka,
berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Jawa pada abad ke-7 M(674). Hal ini
didasarkan pada kisah sejarah yang menceritakan tentang Raja Ta-Cheh yang
mengirimkan utusan menghadap Ratu Sima dan menaruh pundi-pundi berisi emas
ditengah-tengah jalan dengan maksud untuk menguji kejujuran, keamanan dan
kemakmuran negeri itu. Menurut Hamka, Raja Ta-Cheh adalah Raja Arab Islam.
3. Zainal
Arifin Abbas, berpendapat bahwa agama Islam masuk di Sumatra Utara pada abad 7
M (648). Beliau mengatakan pada waktu itu telah datang di Tiongkok seorang
pemimpin Arab Islam yang telah mempunyai pengikut di Sumatra Utara.
Berdasarkan pendapat para ahli
tersebut, dapat disimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7
M. Pada abad ke-13 agama Islam berkembang dengan pesat ke seluruh
Indonesia. Hal itu di tandai dengan adanya penemuan-penemuan batu nisan atau
makam yang berciri khas Islam, misalnya di Leran (dekat Gresik) terdapat sebuah
batu berisi keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah
binti Maimun pada tahun 1082 dan di Samudra Pasai terdapat makam-makam Raja
Islam, di antaranya Sultan Malik as-Shaleh yang meninggal pada tahun 676 H atau
1292 M.
Berbeda dengan pendapat di atas, dua
orang sarjana barat yaitu Prof. Gabriel Ferrand dan Prof. Paul Wheatly.
Bersumber pada keterangan para musafir dan pedagang Arab tentang Asia Tenggara,
maka ke-2 sarjana tersebut bahwa agama Islam masuk ke Indonesia sejak awal ke-8
M, langsung dibawa oleh para pedagang dan musafir Arab.
2.2.
Corak
dan Perkembangan Islam di Indonesia
A.
Masa
Kesultanan
Di daerah-daerah yang sedikit sekali
di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan
Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam
mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga
di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan diri dalam bentuk
yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk
Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja
menunjangnya dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya
mebawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam.
Secara konkrit, kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan
adanya mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam
bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengkodifikasian
hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum islam yang dinamakan
Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan
mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau
perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa.
Tercatat dalam sejarah Banjar, di berlakukannya hukum bunuh bagi
orang murtad, hukum potong tangan untuk pencuri dan mendera bagi yang
kedapatan berbuat zina.
Guna memadu penyebaran agama Islam
dipulau jawa, maka dilakukan upaya agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu
dengan yang lainnya, serta dibangun masjid sebagai pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran
tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam.
Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah
kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan
ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah
kekuasaannya. Ini seperti ketika di pimpin oleh Sultan Agung.
Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan
Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain
sebagainya. Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan
istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti
sebenarnya.
B.
Masa
Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi
sosial yang relatif damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu
portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah
menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan
Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke
Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan
rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan
menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.
Apalagi setelah kedatangan Snouck
Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah
Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di
Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di
Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal
dengan politik Islam di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam
dalam tiga kategori, yaitu:
1. Bidang
agama murni atau ibadah;
2. Bidang
sosial kemasyarakatan; dan
3. Politik.
Terhadap bidang agama murni,
pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan
ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan,
pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu
dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori
reseptie yang maksudnya hukum Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak
bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum
Islam.
Sedangkan dalam bidang politik,
pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an
maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
C.
Gerakan
dan organisasi Islam
Akibat dari “resep
politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam
Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari
pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan
dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui asosiasi.
Namun, ajaran Islam pada hakikatnya
terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut,
orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan
fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir
kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik
bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi,
dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di
Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah
perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang
sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi
Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima
dalam organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan (pangreh
praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai
politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri
dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan
lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme
Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak
itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin
berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak
Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis
karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Ada tiga
perantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang
yang menguntungkan kaum muslimin, yaitu:
1. Shumubu,
yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman
Belanda.
2. Masyumi,
yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang
dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3. Hizbullah,
(Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk
pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.
2.3.
Tokoh-Tokoh
Dalam Perkembangan Islam di Indonesia
Proses penyebaran Islam di wilayah
Nusantara tidak dapat dilepas dari peran aktif para ulama. Melalui merekalah
Islam dapat diterima dengan baik dikalangan masyarakat. Di antara Ulama
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Hamzah
Fansuri
Ia hidup pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1590. Pengembaraan intelektualnya tidak
hanya di Fansur-Aceh, tetapi juga ke India, Persia, Mekkah dan Madinah. Dalam pengembaraan
itu ia sempat mempelajari ilmu fiqh, tauhid, tasawuf, dan sastra Arab.
b.
Syaikh
Muhammad Yusuf Al-Makasari
Beliau lahir di Moncong Loe, Gowa,
Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626 M/1037 H. Ia memperoleh pengetahuan
Islam dari banyak guru, di antaranya yaitu; Sayid Ba Alwi bin Abdullah
Al-‘allaham (orang Arab yang menetap di Bontoala), Syaikh Nuruddin Ar-Raniri
(Aceh), Muhammad bin Wajih As-Sa’di Al-Yamani (Yaman), Ayub bin Ahmad bin Ayub
Ad-Dimisqi Al-Khalwati (Damaskus), dan lain sebagainya.
c.
Syaikh
Abdussamad Al-Palimbani
Ia merupakan salah seorang ulama
terkenal yang berasal dari Sumatra Selatan. Ayahnya adalah seorang Sayid dari
San’a, Yaman. Ia dikirim ayahnya ke Timur Tengah untuk belajar. Di antara ulama
sezaman yang sempat bertemu dengan beliau adalah; Syaikh Muhammad Arsyad
Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman Bugis Al-Batawi dan Daud Al-Tatani.
d.
Syaikh
Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani
Beliau lahir di Tanar, Serang,
Banten. Sejak kecil ia dan kedua saudaranya, Tamim dan Ahmad, di didik oleh
ayahnya dalam bidang agama; ilmu nahwu, fiqh dan tafsir. Selain itu ia juga
belajar dari Haji Sabal, ulama terkenal saat itu, dan dari Raden Haji Yusuf di
Purwakarta Jawa Barat. Kemudian ia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji
dan menetap disana kurang lebih tiga tahun. Di Mekkah ia belajar Sayid Abmad bi
Sayid Abdurrahman An-Nawawi, Sayid Ahmad Dimyati dan Sayid Ahmad Zaini Dahlan.
Sedangkan di Madinah ia berguru kepada Syaikh Muhammad Khatib Sambas
Al-Hambali. Selain itu ia juga mempunyai guru utama dari Mesir.
Pada
tahun 1833 beliau kembali ke Banten. Dengan bekal pengetahuan agamanya ia
banyak terlibat proses belajar mengajar dengan para pemuda di wilayahnya yang
tertarik denga kepandaiannya.. tetapi ternyata beliau tidak betah tinggal di
kampung halamannya. Karena itu pada tahun 1855 ia berangkat ke Haramain dan
menetap disana hingga beliau wafat pada tahun 1897 M/1314 H.
e.
Wali
Songo
Dalam sejarah penyebaran Islam di
Indonesia, khususnya di pulau Jawa terdapat sembilan orang ulama yang memiliki
peran sangat besar. Mereka dikenal dengan sebutan wali songo.
Para wali ini umumnya tinggal di
pantai utara Jawa sejak dari abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16. Para
wali menyebarkan Islam di Jawa di tiga wilayah penting, yaitu; Surabaya, Gresik
dan Lamongan (Jawa Timur), Demak, Kudus dan Muria (Jawa Tengah), serta di
Cirebon Jawa Barat. Wali Songo adalah para ulama yang menjadi pembaru
masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru
seperti, kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan
hingga pemerintahan.
Adapun wali-wali tersebut yaitu;
Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga,
Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria.
BAB
III
KERAJAAN-KERAJAAN
ISLAM DI INDONESIA
3.1.
Kerajaan-Kerajaan
Islam Sebelum Penjajahan Belanda
3.1.1 Kerajaan
Islam di Sumatera
a. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan
Samudera Pasai. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kemunculannya
sebagai Kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M,
sebagai hasil islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi
pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7. Bukti berdirinya kerajaan Samudera
Pasai pada abad ke-13 M itu didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari
granit asal Samudera Pasai. Husain Djajadiningrat, sebagaimana dikutip Taufik
Abdullah, memperkirakan waktu berdirinya adalah 1270 atau 1275 M.
Malik al-Saleh, ialah raja pertama yang juga merupakan
pendiri kerajaan tersebut. Hal itu diketahui melalui tradisi Hikayat
Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian
sarjana-sarjana Barat, khususnya para sarjana Belanda, seperti Snouck
Hurgronye, J.P Moquette, dan lain-lain.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan gelar
Malik al-Shaleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu.
Adapun Para Sultan Samudera Pasai diantaranya
sebagai berikut :
1. Sultan al-Maliku Saleh (1275-1297 M)
2. Sultan muhammad Malik Az-Zahir (1297-1326 M)
3. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir (1326-1371 M),
4. Sultan Zainal Abidin Malik Az-Zahir (1371-1405 M), serta
beberapa sultan lainnya.
Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini,
tidak memiliki basis agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan
pelayaran. Ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomis Samudera Pasai ini
memang merupakan suatu daerah penting yang menghubungkan antara
pusat-pusat perdagangan yang terdapat di kepulauan Indonesia, India, Cina dan
Arab. Pada masa kerajaan ini sudah terdapat mata uang emas yang bertuliskan
nama-nama sultan yang berkuasa. Adanya mata uang dirham tersebut membuktikan
bahwa kerajaan ini pada saat itu merupakan kerajaan yang makmur.
Taufik Abdullah sebagaimana dikutip Badri Yatim, menerangkan dalam bukunya,
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M.
b. Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh terletak diaerah yang sekarang dikenal
dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Disini pula letak ibu kotanya. Kurang begitu
diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat
Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri,
oleh Muzaffar Syah (1465-1497). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam.
Menurutnya, pada masa pemerintahannya, Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan
dalam bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar muslim yang sebelumnya
berdagang dengan Malaka, memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai
Portugis (1511 M). Sebagai akibat dari penaklukan Malaka oleh Portugis itu,
jalan dagang yang sebelumnya dari Laut Jawa ke Utara melalui selat Karimata
terus ke Malaka, pindah melalui selat Sunda dan menyusuri pantai Barat Sumatera
terus ke Aceh. Dengan demikian Aceh menjadi ramai dikunjungi oleh para saudagar
dari berbagai negeri. H,J. De Graaf berpendapat bahwa raja Aceh yang pertama
ialah Ali Mughayat Syah.
Sultan-sultan yang pernah memerintah Aceh diantaranya
sebagai berikut:
1. Sultan JohanSyah
2. Sultan Riayat Syah
3. Sultan Mahmud Syah
4. Sultan Firman Syah, dan beberapa Sultan lainnya.
Peletak dasar kebesaran Aceh adalah Sultan Alauddin
Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Puncak kekuasaan kerajaan Aceh
terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637). Pada
masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan pesisir Timur dan Barat
Sumatera.
Tidak seperti Iskandar Muda yang memerintah dengan tangan
besi, penggantinya, Iskandar Tsani bersikap lebih liberal, lembut dan adil.
Pada masaanya Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan
agama maju dengan pesat. Akan tetapi kematiannya diikuti oleh masa-masa
bencana, setelah sultan-sultan berikunya berkuasa sekitar abad ke-18 kerajaan
ini mulai runtuh dan terpecah belah.
3.1.2
Kerajaan Islam di Jawa
a. Kerajaan Demak
Kesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa
yang berdiri awal abad ke-16. kemunculannya dapat disebut babak baru dan
penting dalam proses islamisasi di tanah Jawa, setelah sebelumnya lebih
terkonsentrasi di pusat-pusat perdagangan di pantai utara Jawa, seperti Tuban,
Gresik, dan Giri.
Sebelum muncul sebagai kerajaan bercorak Islam, Demak
merupakan daerah kekuasaan Majapahit. Sebelumya, Demak bernama Bintoro;
olehMajapahit kemudian diberikan kepada Raden Patah. Daerah ini lambat laun
menjadi pusat perkembangan Islam yang diselenggarakan oleh para wali. Dibawah
pimpinan Sunan Ampel Denta, para wali yang dikenal sebagi Wali Songo sepakat
mengangkat Raden Patah sebagai raja pertama kerajaan Demak dengann gelar
Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Masa
pemerintahannya berlangsung sekitar akhir abad ke-15 hingga awal abad
ke-16. Raden Patah adalah seorang anak Raja Majapahit dari seorang ibu Muslim
keturunan Campa.
Pengganti Raden Patah sebagai raja Demak ialah anaknya
sendiri yakni Pangeran Sabrang Lor, yang dikenal dengan Adipati Unus. Masa
pemerintahannya cukup singkat, sebab tentaranya mengalami kekalahan besar
terhadap Portugis. Kemudian Pati Unus digantikan oleh Trenggono yang memerintah
selama 22 tahun (1524-1546), yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar
Sultan Ahmad Abdul Arifin. Pada masa Sultan Demak yang ketiga
inilah Islam dikembangkan keseluruh tanah Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan
Selatan. Daerah-daerah di Jawa, baik di daerah pantai maupun pedalaman, dibawah
hegemoni politik Demak. Kota-kota pelabuhan penting , yang menjadi pusat
perdagangan di bawah dominasi Sunda Kelapa, dapat ditaklukan paa tahun 1527 M.
Penaklukan tersebut dilakukan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon di bawah
komando Fadhilah Khan atau Fatahelah.
Pada tahun 1546 M dalam penyerbuan ke Panarukan, Sultan
Trenggono terbunuh dan digantikan oleh adiknya, Prawoto. Pemberontakan
mengakibatkan Prawoto terbunuh dan kerajaan berakhir dengan pemindahan pusat
kerajaan ke Pajang oleh Jaka Tingkir.
b. Kerajaan Pajang
Setelah memindahkan ke Pajang, mulailah kerajaan Pajang
berdiri dengan Jaka Tingkir sebagaif sultannya. Ia bergelar Adiwijaya.
Kesultanan ini berada di Kertasura sekarang dan penaklukan ke daerah-daerah
sekitar. Ia meluruskan pengaryhnya ke Banyumas dan Madiun.
Sultan Pajang wafat pada 1587 dan fdigantikan oleh
putranya Pangeran Benawa. Usia kesultanan ini tidak panjang karena kemudian
kekuasaannya diambil alih oleh kerajaan Mataram.
Pada tahun 1618 Kerajaan Pajang memberontak terhadap
Mataram yang ketika itu berada di bawah pimpinan Sultan Agung. Pajang
dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya. Riwayat keajaan
pajang berakhir tahun 1618.
c. Kerajaan Mataram
Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya
dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah
pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Panangsang tersebut.
Sebagai hadiah atasnya, Sultan kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki
Pamanahan yang menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.
Pada tahun 1577 M, Ki Gede Pamenahan menempati istana
barunya di Mataram. Kemudian ia digantikan oleh puteranya, Senopati, tahun 1584
dan dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Kemudian Senopatilah yang dianggap sebagai
Sultan Mataram pertama.
Senopati meninggal dunia pada tahun 1601 M, dan
digantikan oleh puteranya Seda Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613 M.
Kemudian ia juga wafat dan digantikan oleh puteranya, Sultan Agung. Pada tahun
1619, seluruh Jawa Timur sudah berada di bawah kekuasaanya. Di masa sultan
Ageng inilah kontak-kontak bersenjata dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1630
M, Sultan Agung menetapkan Amangkurat I sebagai Putera Mahkota. Sultan
Agung wafat tahun 1646 M dan dimakamkan di Imogiri, hingga ia digantikan oleh
putera Mahkota.
Pada masa pemerintahan Amangkurat I terjadilah banyak
konflik serta pemberontakan-pemberontakan yang terjadi hingga akhirnya kerajaan
ini runtuh.
d. Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah Kerajaan Islam pertama di Jawa
Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Gunung Jati. Pada mulanya Cirebon
merupakan daerah kekuasaan pakuan Pajajaran. Akan tetapi, Syarif Hidayat yang
dikenal dengan Sunan Gunung Jati, berhasil meningkatkan status Cirebon sebagai
daerah kerajaan.
Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448 M, dan wafat pada
tahun 1568 M dalam usia 120 tahun. Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati
mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti Majlengk,
Kuningan, Kawalih,Sunda Kelapa, dan Banten. Dasar pengembangan Islam dan
perdagangan kaum muslimin di Banten diletakkan oleh Sunan Gunung Jati tahun1524
atau 1525. ketika ia kembali ke Cirebon Banten diserahkan kepada anaknya
Hasanuddin. Keturunan sultan inilah yang kemudian menurunkan raja-raja Banten.
e. Kerajaan Banten
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke
daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak
merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten
yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan
salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara
(Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk. Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin)
menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang
anak. Menurut pelurusan Sejarah, Pangeran Sabakingkin atau Sultan Maulana
Hasanuddin nikah dengan Putri Kintamani mempunyai Anak yang pertama bernama
Yusuf Akbar (Maulana Yusuf), pelurusan sejarah bahwa Anak Kedua Ratu Siti
Rodiah kawin dengan Sultan Mahmud Badaruddin II Kesultanan Palembang Darussalam
sedang anak ketiga Muhammad Nazaruddin (Sultan Maulana Muhammad Nazaruddin
bergelar Alamsyah) Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat
(1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak
Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih
terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini
dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama (inilah Sejarah
Bikinan Belanda).
Menurut Pelurusan Sejarah bahwa Sultan Muhammad bukan anak dari Maulana
Yusuf tetapi anak ketiga dari Sultan Hasanuddin, dengan nama lengkap Sultan
Muhammad Nazaruddin "Alamsyah" dikawal oleh empat Pengawal Kesultanan
masing-masing bernama Ananta Kusuma, Daeng, Nata Kusuma dan Jalaluddin pada
saat itu Sultan Muhammad Nazaruddin yang bergelar Alamsyah berusia 19
tahun,melakukan perjalanan ke Palembang pada masa Inggeris masuk ke Palembang,
bukan untuk memerangi palembang tetapi menyambangi keluarga (Saudaranya yang
bernama Ratu Siti Rodiah yang nikah dengan Sultan Mahmud Badaruddin II).
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah
Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu
Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian
Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak
direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi
Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung
dikuasai oleh kesultanan Banten.
Pada zaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah
Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada
Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh
di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22
Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di
Lampung. Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial
Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun
takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari
penghancuran Surasowan oleh Gubernur - Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.
3.1.3 Kerajaan-Kerajaan
Islam di Kalimantan, Maluku dan Sulawesi
1.
Kalimantan
a. Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan
Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha
yang bercorak Hindu. Peristiwanya dimulai ketika ada pertentangan dalam
keluarga istan, Antara Pangeran Samudera sebagai pewaris sah Kerajaan Daha,
dengan pamannya Pangeran Tumenggung. Seperti dikisahkan dalam Hikayat Banjar,
ketika Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia berwasiat agar yang
menggantikannya nanti ialah cucunya, Raden Samudera. Keempat puteranya tidak
setuju dengan wasiat tersebut, terutama Pangeran Tumanggung. Setelah Sukarama
wafat, jabatan raja dipegang oleh anak tertua, yakni Pangeran Mangkubumi. Saat
itu Pangeran Samudera baru berusia 7 tahun. Tak beberapa lama menjabat,
Mangkubumi terbunuh oleh pegawai istana yang dihasut Tumanggung.. maka Pangeran
Tumanggung tampil sebagai raja Daha.
Pangeran Samuderapun berkelana dan kemudian diasuh oleh
Patih Masih, serta berhasil menghimpun kekuatan hingga berhasil menguasai Muara
Baha. Atas saran Patih, maka Pangeran Samudera meminta bantuan pada raja Demak,
dan Sultan Demak berjanji membantunya dengan syarat ia akan masuk Islam. Sultan
Demak kemudian mengirim seribu tentara dengan seorang penghulu bernama Khtib
Dayan untuk mengislamkan orang Banjar. Dalam peperangan itu Pangeran Samudera
memperoleh kemenangan, dan masuk Islam dengan diberi nama Sultan Suyanullah
atau Suriansyah, serta dinobatkan sebagai raja Banjar pertama (1526
M).
Sultan Suryanullah diganti oleh putera tertuanya yang
diberi gelar Sultan Rahmatullah, yang kemudian digantikan Sultan Hidayatullah
(putera Rahmatullah) dan Marhum Panembahan atau Sultan Mustainnullah. Pada masa
Marhum Panembahan inilah, Ibu kota kerajaan berpindah-pindah. Hal ini
disebabkan pihak Belanda yang menyebabkan huru-hara dikerajaan ini.
b. Kerajaan Kutai di Kalimantan Barat
Penyebaran Islam di Kutai terjadi ketika masa Pemerintahan
Raja Mahkota. Ajaran Islam itu dbawa oleh dua tokoh, yakni Dato Ri Bandang dari
Makassar dan Tuan Tunggang Parangan. Dari sinilah Raja Mahkota Masuk Islam dan
Mulai menyebarkan Islam dengan Pedang. Proses Islamisasi ini diperkirakan
berlangsung tahun 1575.
Penyebaran
Islam selanjutnya dieruskan oleh anaknya, yaitu Aji di Langgar serta para
pengganti-penggantinya yang lain.
2.
Maluku
Islam mencapai maluku sebagai pusat rempah-rempah pada
pertengahan terakhir abad ke-15. Raja kerajaan Ternate yang bernama Vongi
Tidore mulai masuk Islam tahun1460. namun H.J de Graaf berpendapat bahwa raja
pertama yang Islam ialah Zaiynal Abidin(1486-1500 M). DI masa itu, gelombang
perdagangan muslim semakin meningkat, dan hal itu menyebabkan raj menyerah
kepada tekanan dan memutuskan untuk belajar agama Islam di madrasah Giri
3.
Sulawesi (Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Sopeng dan Luwa)
Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan kembar yang sering
disebut kerajaan makassar. Kerajaan ini terletak di Semenanjung Barat Daya pulau
Sulawesi, yang merupakan daerah transito yang strategis.
Sejak Kerajaan ini tampil sebagai pusat pedagangan laut,
kerajaan ini menjalin hubungan baik dengan keajaan Ternate yang telah menerima
Islam dari Giri. Dibwah pemerintahan Sultan Babullah, ternate mengadakan
perjanjian dengan Gowa-Tallo untuk menganut agama Islam, namun gagal.
Kerajaan ini masuk Islam baru ketika Datu Ri Bandang
datang ke Kerajaan ini. Raja pertama yang masuk Islam ialah Sultan Alauddin
(1591-1636). Setelah itu barulah kerajaan Gowa Tallo menyampaikan ”pesan islam”
kepada kerajaan-kerajaan lain seperti: Wajo, Soppeng, dan Bone.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Perkembangan
Islam di Indonesia adalah berkat peran para pedagang dari Jazirah Arabia
melalui jalan perdagangan, dakwah dan perkawinan.
2. Para
ulama awal yang menyebarkan Islam di Indonesia di antaranya yaitu; Hamzah
Fansuri, Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari, Syaikh Abdussamad Al-Palimbani,
Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani dan wali songo (Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung
Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria).
4.2. Kritik dan Saran
Demikian pembahasan dari makalah “Sejarah
Perkembangan Islam di Indonesia”. Penulis berharap semoga pembahasan
dalam makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan kami pun
berharap pula kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami
selanjutnya. Sekian dan terima kasih.